Sesungguhnya kaum perempuan tidak perlu buru-buru khawatir perihal keputihan. “Keputihan adalah istilah yang digunakan masyarakat awam untuk cairan yang keluar dari vagina. Istilah medis untuk keputihan adalah fluor albus. Keputihan ini dapat bersifat normal atau fisiologis dan tidak normal atau patologis,” terang Dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG (K), dokter ahli kebidanan dari RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Keputihan tidak mengkhawatirkan, menurut dokter yang akrab disapa Dr. Ocvi ini, bila berwarna putih jernih, berwarna kuning terang ketika menempel di pakaian dalam, konsistensi seperti lendir yang encer-kental, tidak berbau dan tidak menimbulkan keluhan.
Cairan vagina secara fisiologis meningkat karena penyebab-penyebab tertentu. “Misalnya terjadi waktu peningkatan jumlah hormon pada sekitar masa haid atau hamil, terjadi rangsangan seksual, mengalami stres atau kelelahan, penggunaan obat-obatan atau alat kontrasepsi,” terang dokter lulusan fakultas kedokteran UI ini.
Sementara itu cairan vagina menjadi tidak normal ketika jumlahnya lebih banyak dari biasa dan keluar terus menerus hingga terasa mengganggu. Bila cairan vagina biasa tidak berbau, cairan vagina yang tak normal berbau amis, apek, busuk. Cairan vagina yang tak normal juga cenderung berwarna putih susu, kuning tua, cokelat, kehijauan, bercampur darah.
Hanya dokter yang bisa mengetahui secara pasti penyebab si putih yang mengganggu ini. Untuk tahu penyebabnya, dokter perlu melakukan wawancara untuk mengetahui riwayat perjalanan penyakit dan kemungkinan faktor penyebabnya. Kemudian dokter juga perlu melakukan pemeriksaan ginekologi rutin termasuk pemeriksaan daerah vagina dan mulut rahim dengan alat spekulum bagi yang sudah melakukan hubungan seksual.
"Ada juga pemeriksaan laboratorium cairan vagina, air seni dan darah,” kata Dr. Ocvi. Bila sudah diketahui penyebab dan faktor risiko yang berhubungan dengan faktor penyebab, dokter akan melakukan penatalaksanaan keputihan.
Gaya hidup yang terlalu senang mengonsumsi yang serba manis juga rentan mendatangkan keputihan. “Terlalu banyak gula dalam makanan dan minuman itu akan menyebabkan keasaman vagina menjadi turun. Padahal keasaman ini yang menjaga kesehatan vagina dari serangan mikroorganisme merugikan. Dalam keadaan seperti ini bakteri baik Laktobasilus tidak bisa mengubah glikogen menjadi asam di vagina. Akibatnya glikogen itu dimakan oleh jamur. Inilah yang bikin jamur jadi makin parah,” paparnya.
Membatasi jumlah gula dalam makanan dan minuman ini, menurut Dr. Ocvi, sangat dapat menurunkan risiko infeksi jamur di vagina. Gula ini bukan sekedar minuman manis atau permen saja tapi juga makanan yang mengandung tepung. Selain itu gula juga bisa dijumpai di dalam madu, kecap, sirup.
“Di samping itu, hindari juga minuman beralkohol, makanan yang mengandung asam cuka, kacang tanah, kacang pistasio, kacang mede, susu, minuman ringan, buah kering, makanan olahan, kopi dan teh,” katanya.
Sumber
0 komentar:
Post a Comment